Jumat, 26 Februari 2021

Materi ulumul hadits *pengajar Ust Utsman AH.S.Pd*

 

 A.Pengertian hadits dhaif secara etimologi adalah lawan kata dari qowiyun (kuat) yaitu lemah. Lemah yang dimaksud dalam konteks ini adalah lemah yang ma’nawy. Karena menurut Mahmud Thahan dalam Taisyir Muthalah Hadis, lemah itu ada dua. Yaitu lemah khissiy dan ma’nawy.

Sedangkan secara arti terminologi, seperti yang diungkapkan Ibnu Sholah yang dikutip oleh Imam as-Suyuthi dalam Tadrib ar-Rawi adalah ma lam yajma’ sifat as-shohih wal hasan. Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan.

Definisi tersebut dikritisi oleh Ibnu Dakik bahwa menurut beliau telah dianggap cukup definisi tentang hadits Dhaif dengan hanya menyebutkan yang kedua sebagaimana ungkapan Ibnu Shalah (ma lam yajma’ sifat hasan).

Pendapat Ibnu Dakik tersebut didukung oleh Imam al-Bayquni dalam bait syairnya yang menyebutkan:

وكل ما عن رتبة الحسن قصر # وهو الضاعف وهو أقسما كثر‎

Artinya tidak jauh beda dengan pendapat Ibnu Dakik akan tetapi al-Bayquni menjelaskan bahwa yang dimaksud kehilangan syarat-syarat hasan adalah terbagi menjadi beberapa bagian. Yaitu hilang syarat hadis hasan.

Hadits dhaif juga memiliki sifat-sifat yang berbeda tergantung parahnya ke-dhaifan riwayatnya dan kelemahanya seperti halnya hadits shahih. Yaitu Dhoif, Dhoif jiddan, al-wahiy, mungkar dan bagian yang paling rendah adalah maudhu’.

Di bawah ini adalah contoh hadits dhaif yang diriwayatkan oleh imam at-Tirmidzi dari jalan sanad Hakim al-Astram, yang dijarh atau divonis dhaif oleh para ulama.

من أتي حائضا أو إمرأة أو كاهنا فقد كفر بما أنزل علي محمد‎

“Barang siapa yang mendatangi seorang haid, atau perempuan atau seorang dukun, maka ia telah kufur atas hal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.”

Setelah meriwayatkan Hadis di atas imam at-Tirmidzi pun menjelaskan lebih rinci dalam sarahnya bahwa beliau tidak mengetahui hadits tersebut kecuali dari sanad Hakim al-Astrom dari Abi Tamimah al-Hujaimy dari Abi Hurairoh. Bahkan Imam Bukhori pun mengatakan bahwa hadits ini dhoif dari segi sanadnya. Hal ini memang terbukti karena dalam sanadnya ada Hakim al-Atsrom yang telah didhaifkan oleh para ulama’.

Lalu bagaimana caranya kita mengetahui bahwa seorang Rawi tersebut dhaif atau tidak. Pertama, meneliti apakah semua perawi memiliki riwayat yang sambung, yakni dengan cara meneliti riwayat guru-murid dari kitab Tarajum seperti Tadzhibul Kamal karya al-Mizi atau Lisanul Mizan karya Ibn Hajar dan lain sebagainya.

Kedua, mencari apakah perawi tersebut adil dan dhabit atau tidak dengan melihat kritik dari para ulama terhadap para rawi tersebut, apakah ia divonis tsiqqah (terpercaya), katsirul khata’ (banyak salah), dhaif (lemah) dan lain sebagainya. Ketiga, meneliti apakah terdapat illat, yaitu secara kasat mata terlihat sahih tapi ketika diteliti kembali banyak rancaunya.

Salah satu ulama yang ahli dalam ilmu ini adalah Imam at-Tirmidzi.  Keempat, dengan membandingkan dengan periwayatan rawi yang lebih Tsiqah, apakah terjadi perbedaan matan atau tidak, jika berbeda maka periwayatan perawi yang lebih Tsiqah tersebut yang lebih dipilih (mahfudz), sedangkan periwayatan rawi yang kurang tsiqah disebut Syadz.

Lalu bagaimana selanjutnya ketika sudah diketahui bahwa hadits tersebut dhaif. Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hadits dhaif ini.

Ajaj al-Khatib dalam Ushul Hadis menjelaskan tiga perbedaan pendapat terkait status kehujahan hadis dhaif:

Pendapat pertama, hadits dhaif tersebut dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkaitan dengan masalah halal, haram, maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada hadits lain yang menerangkannya. Pendapat ini disampai kan oleh beberapa imam, seperti: Imam Ahmad bin Hambal, Abu Daud dan sebagainya.

Pendapat yang kedua, dipandang baik mengamalkan hadits dhaif dalam fadhailul amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.

Pendapat ketiga; hadits dhaif sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang berkaitan dengan fadailul amal maupun halal haram. Pendapat ini dinisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.

Diantara tiga pendapat di atas, pendapat kedua adalah menurut jumhur al-ulama’. Akan tetapi pendapat tersebut harus memenuhi beberapa syarat yang dipaparkan Imam Ibnu Hajar. Pertama, kedhaifan hadits tersebut tidak termasuk Syadid. Kedua, termasuk hadits yang bisa diamalkan. Ketiga, ketika mengamalkan, tidak meyakini ketetapan hadis tersebut akan tetapi dengan ikhtiyat (hati-hati).

Sabtu, 13 Februari 2021

Hari yang baik dan mulia*penulis Utsman AH.S.Pd

Bila dalam satu tahun, bulan penuh berkah itu adalah Bulan Ramadan, maka dalam satu minggu, hari berkah itu adalah hari Jumat. Hari Jumat adalah sebaik-baiknya hari untuk berkhidmat dan lebih mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa.

Hari Jumat adalah hari baik yang mulia di sisi Allah dan memiliki banyak keistimewaan. Hal tersebut sebagaimana Rasulullah SAW ungkapkan dalam sejumlah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

"Sebaik-baik hari yang pada hari itu matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan. Pada hari itu ia dimasukkan ke surga dan pada hari itu ia dikeluarkan dari surga dan tidak akan terjadi hari kiamat kecuali pada hari Jumat." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Hari Jumat merupakan momentum persatuan umat Islam. Pada hari Jumat itu diserukan anjuran salat Jumat bagi muslim laki-laki.

Hari terbaik bagi umat Islam untuk beribadah dan berdoa serta melaksanakan berbagai amalan-amalan sunah. Semuanya itu mengandung kemaslahatan, baik bagi agama maupun dunia.

Itulah mengapa, pada hari Jumat banyak orang yang memohon lebih banyak dan lebih sering dibanding hari-hari lainnya.

Berikut ini beberapa kumpulan kata-kata mutiara Islam tentang hari Jumat, yang bisa kita bagikan kepada sesamaa muslim

Salam 1 Rajab jangan lupa puasa.

Memperbaiki diri dan terus memperbaiki diri

Dam memperkuat amal ibadah untuk menggapai Mardhatillah


 

Jumat, 12 Februari 2021

Materi ulumul hadits "pengajar Ust Utsman AH.S.Pd*

A. Untuk semua santri materi ini tolong di baca dan di fahami..in sya allah Minggu depan akan di laksanakan evaluasi.

1.  Hadits Hasan

 adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan dari perawi yang memiliki sifat ‘adalah (muslim, baligh, berakal dan masyhur dengan ketaatannya), walaupun dhabithnya kurang (hafalannya kurang) atau haditsnya tidak terlalu dha’if jika memiliki penguat, tidak ada syadz (menyelisihi riwayat yang lebih kuat), dan tidak ada ‘illah (cacat).

Hadits hasan ada dua macam: hasan lidzatihi dan hasan lighairihi.

Hasan lidzatihi adalah hadits yang dilihat dari jalur periwayatannya sendiri hasan.

Hasan lighairihi adalah hadits yang dilihat dari sanadnya dha’if namun dikuatkan dari jalur lainnya, tetap tidak mengandung syadz dan ‘illah.

Contoh haditsnya adalah hadits tentang sifat parfum wanita.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طِيبُ الرِّجَالِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِىَ لَوْنُهُ وَطِيبُ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِىَ رِيحُهُ

“Sifat parfum laki-laki, baunya nampak sedangkan warnanya tersembunyi. Adapun sifat parfum wanita, warnanya nampak namun, baunya tersembunyi.” (HR. Tirmidzi, no. 2787; An-Nasa’i, no. 5120. Ada seorang perawi yang majhul -tidak disebut namanya- dalam hadits ini, penguat hadits ini pun lemah menurut Al-Hafizh Abu Thahir. Namun Syaikh Musthafa Al-‘Adawi dalam Jami’ Ahkam An-Nisa’, 4: 417 menyatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi yaitu melihat jalur yang lain).

Lihat perbedaan penilaian dari Al-Hafizh Abu Thahir dan Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Yang satu menyatakan dha’if. Yang lainnya menyatakan hasan lighairihi.

Keterangan dari Syaikh Musthafa Al-‘Adawi rahimahullah:

Syaikh Mustahafa dalam Jami’ Ahkam An-Nisa’ membawakan hadits dengan riwayat berikut ini.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi, hadits no. 2788

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِىُّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ قَالَ لِى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ خَيْرَ طِيبِ الرَّجُلِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِىَ لَوْنُهُ وَخَيْرَ طِيبِ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِىَ رِيحُهُ ». وَنَهَى عَنْ مِيثَرَةِ الأُرْجُوَانِ

Isi haditsnya sama, namun dari sahabat ‘Imran bin Hushain.

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi mengatakan,

“Dalam sanad hadits ini terdapat kedha’ifan karena tidak mendengarnya Al-Hasan dari ‘Imran, akan tetapi hadits ini punya syawahid (penguat). Di antara penguatnya adalah riwayat Tirmidzi, no. 2787; Abu Daud, no. 2174 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, marfu’ -sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, juga dikeluarkan pula oleh An-Nasa’i. Juga hadits ini memiliki syahid (penguat) dari hadits Anas sebagaimana diisyaratkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 3832. Hadits tersebut telah dishahihkan dalam kitab tersebut. Hadits Abu Hurairah itu dihasankan oleh Imam Tirmidzi, padahal terdapat kedha’ifan. Adapun hadits Anas disebutkan dalam Faidul Qadir bahwa hadits tersebut diriwayatkan dari Al-Bazzar (ada tambahan pada Ath-Athbarani dan Adh-Dhiya’), Al-Haitsami mengatakan perawinya adalah perawi yang shahih.”

Kesimpulannya, hadits yang jadi contoh di atas adalah hadits hasan lighairihi, asalnya dha’if namun memiliki penguat dari jalur lain sehingga terangkat menjadi hasan lighairihi.


 

Rabu, 10 Februari 2021

Meninggal nya Ustadz Maher

KENAPA UST MAHER MENINGGAL. 

saya akan coba membahas secara adil dan umum saja, simple saja. Pertama, ust Maher di tangkap di rumahnya dalam kondisi sehat, benarkan ? Dijemput di kediamanya dalam keadaan sehat, betulkan ??? 

Lalu ust Maher ditahan, dan info yang saya dengar dari berbagai sumber yg valid, ternyata Ust Maher mentalnya langsung ngedrop di dalam tahanan, ternyata Ust Maher sama sekali tidak siap mental dan belum siap ditahan, sehingga mental dan psichis Ust Maher drop drastis. 

Dugaan itu semakin kuat setelah sama - sama kita tahu, Ust Maher menangis didepan wartawan, menangis dan menyatakan menyesal sekaligus minta maaf  kepada pihak2 yang telah melaporkanya termasuk kpd Habib Lutfi, bahkan Ust Maher berkata akan ke rumah Habib Lutfi dan mencium tangan Habib Lutfi. 

Walaupun sangat di sayangkan, tangisan Ust Maher seolah sia - sia dan mubazir, karena ternyata, Ust Maher tetap saja di tahan, bahkan terkesan orang - orang NU yg nemui Ust Maher di Bareskrim, ternyata hanya cari panggung saja, masuk youtube, sibuk tampil di Tv, dst. toh ujungnya tetap saja Ust Maher ditahan, tetap saja penangguhan penahanannya tidak di kabulkan. Harusnya, dgn Ust Maher minta maaf sambil menangis, maka bebaskanlah Ust Maher minimal kabulkan penagguhan penahanannya. 

Kembali ke Ust Maher, makin hari kondisinya di tahanan makin parah, tidak ada tanda - tanda mengarah ke kepulihan, setiap hari hanya  memikirkan kepengen bebas, hari - hari hanya tidur sepanjang waktu. Setiap hari batuknya semakin menjadi, sekujur tubuhnya mulai penuh bintik merah semacam alergi. 

Ahirnya suatu ketika dibawalah Ust Maher ke Rumah Sakit Polri, dirawatlah Ust Maher di sana. Nah, disinilah sebenarnya momentum takdirnya bisa ditentukan. "Mau hidup atau mau meninggal". Minimal *TAKDIR MU'ALAQNYA"

Ternyata beberapa hari di rumah sakit polri itu kondisi Ust Maher tidak membaik alias tidak menunjukkan kesembuhan yg signifikan, nah ahirnya Ust Maher dikembalikan lagi ke tahanan Bareskrim, dan di isolasi disana. 

Nah disinilah seandainya saya "BOLEH MENYALAHKAN PIHAK KEPOLISIAN" . (Maaf ini hanya pendapat). Harusnya, dalam kondisi seperti itu Ust Maher pulangkan saja ke rumahnya, biarkan dirawat oleh keluarganya. JANGAN DIBEBASKAN TAPI MINIMAL KABULKAN PENANGGUHAN PENAHANANNYA SAJA, itu sudah cukup. 

Ahirnya, terjadilah apa sekarang yang terjadi, sepulang dari rumah sakit, Ust Maher semakin kritis, menurut sumber yg valid, berak, kencing, sudah di kasurnya, bahkan sudah pakai pempers. Sama - sama kita tahu, orang sakit pasti tidak ada yang paling berharga di dunia ini kecuali PERHATIAN KELUARGANYA. Lha ini, sudah sakit parah eh di tahanan lagi, tidak ada keluarga di sampingnya. Maka sempurnalah penderitaan batin Ust Maher. Meninggal di dalam tahanan dalam kondisi sakit parah. 

Semoga diterima segala amal ibadahnya, keluarga diberikan kesabaran, dan para pemegang kekuasaan hukum di Negeri ini, kalau ada lagi tahanna yg sakit parah, maka demi kamanusiaan, BEBASKAN ORANG ITU. Nanti kalau sudah sembuh total, baru di proses lagi persolaan hukumnya. Begitulah pendapat saya. Apa gak berat azab kalian, kalau ternyata di depan Allah, kalian adalah menjadi asbab kematian Ust Maher ? Wallahu'alam Hanya Allah yang Tahu. 

DITANGKAP DAN DIJEMPUT DALAM KONDISI SEHAT ATAU HIDUP. DAN DIPULANGKAN DALAM KONDISI MENJADI JENAZAH. ITU INTINYA.. 

ZULFIKAR

إنا لله وإنا إليه راجعون

Keluarga besar Pondok pesantren Mardhatillah Al mumtazah  mengucapkan 

عظم الله أجركم و أحسن عزاءكم وغفر الله لميتكم 

Dengan meninggalnya Ustad Maher

Semoga amal ibadah beliau diterima Allah, dan semua kesalahan dan kehilafan beliau diampuni Allah. Amin ya Allah..

 اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثاَنَا. اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى اْلِإسْلاَمِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اْلِإيْمَانِ. اَللَّهُمَّ لَاتََحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تَُضِلَّنَا بَعْدَهُ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

أَمِِيْن يَا رَبَّ العَالَمِينَ

الفاتحة

 

Kamis, 04 Februari 2021

Pertemuan ke lima materi ulumul hadits "pengajar Ust Utsman,AH.,S.Pd*

 

a. Untuk semua santri materi ini baca terlebih dahulu, 

b. buatlah pertanyaan masing-maasing lima pertanyaan

c. dan untuk jawabannya di tulis di kertas lalu hasilnya kirim

Definisi hadits shahih li dzatihi

الصحيح لذاته هو الذي اتصل سنده بنقل العدل الضابط عن مثله إلى منتهاه ولايكون شاذا ولامعللا

Hadits shahih lidzatihi yaitu hadits yang bersambung sanadnya dengan penukilan perawi yang ‘adl dan dhabith dari yang semisalnya sampai akhir sanad tersebut serta hadits tersebut bukan hadits yang syadz dan bukan hadits yang mu’allal (cacat).

Dari definisi ini dapat diketahui bahwa hadits shahih memiliki empat syarat :

Pertama; :

ittshaalus-sanad (bersambung sanad hadits tersebut) yaitu mendengarnya setiaop perawi dari perawi sebelumnya (syaikhnya).

Kedua:

perawi-perawi hadits tersebut harus perawi-perawi yang bersifat ‘adl dan dhabth.

Definisi adl

العدل هو كل مسلم بالغ عاقل سليم من أسباب الفسق وخوارم المروءة

Adl adalah setiap muslim yang baligh, berakal serta selamat dari sebab-sebab kefasikan dan hal-hal yang dapat menjatuhkan harga diri.

Keluar dari pengertian ini, majhul a’in, majhul hal, dan mubham.

Pengertian majhul hal, ‘ain, dan mubham

Majhul ‘ain

Majhul ‘ain yaitu seorang perawi dimana tidak ada perawi lain yang meriwayatkan darinya melainkan hanya seorang perawi saja serta tidak ada satu ulama mu’tabar pun yang memberikan ta’dil dan jarh kepadanya.

Majhul hal

Majhul hal yaitu seorang perawi yang tidak ada perawi lain yang meriwayatkan darinya melainkan hanya dua orang atau lebih dan tidak ada seorang pun dari ulama mu’tabar yang memberikan ta’dil dan jarh kepadanya (disyaratkan pula dua orang yang meriwayatkan darinya tadi harus perawi yang memiliki sifat ‘adl sebagaimana hal ini disebutkan oleh az zaila’iy dalam kitabnya nashbur rayah).

Mubham

Mubham yaitu perawi yang tidak disebutkan namanya, seperti “dari seseorang…”

Faidah

Al mastur adalah majhul hal (sebagaimana disebutkan oleh al hafidz dalam an nuzhah)

Yang dimaksud dengan mu’tabar dalam definisi di atas adalah imam yang mu’tadil (adil) dalam memberikan al jarh wa ta’dil.

Sehingga keluar dari perkataan mu’tabar terebut ulama yang mutasyaddid (kelewat keras) dan mutasahil (bermudah-mudah) dalam memberikan jarh (kritikan) dan ta’dil (sifat ‘adalah).

Contoh mu’tadil : imam ahmad bin hambal


contoh mutasyaddid : abu hatim ar razy


contoh mutasahil : ibnu hibban

Keluar dari perkataan “muslim’ pada definisi ‘adl di atas: semua orang kafir.

Keluar dari perkataan “baligh’ :semua yang belum mumayyiz atau belum baligh (hal yang diperselisihkan).

Keluar dengan perkataan “berakal” ialah semua orang tidak waras (gila).


Keluar dengan perkataan “selamat dari sebab-sebab kefasikan”: semua orang yang tidak selamat dari sebab-sebab kefasikan.

Fasik ada dua :

pertama : fasik yang disebabkan syubhat seperti, khawarij, syiah, murji’ah dan lain-lainnya. Dalam periwayatan mereka terdapat perincian diterima atau tidaknya.

Kedua : fasik disebabkan syahwat, seperti minum khamr, zina, mencuri dan sebagainya.

A. Pendapat ulama tentang periwayatan ahlul bid’ah :

a. Ada di antara mereka yng berpendapat ditolak hadits da’inya dan diterima hadits yang diriwayatkan selain dari da’inya

B. Ada juga yang berpendapat : ditolak hadits yng diriwayatkan perawi yang kuat (kental) kebid’ahannya, baik perawi tersebut da’i atau selainnya.

C. Di antara mereka ada yang menolak periwayatan mereka secara mutlak.

D. Di antara mereka ada yang menerima periwayatnnya secara mutlak.

Keluar dari perkataan “khawarimil muru’ah : orang-orang yang tidak selamat darinya (yakni dari hal-hal yang bias menjatuhkan harga diri).

Muru’ah yaitu menjauhi hal-hal yang tercela menurut adat istiadat. Hal ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan zaman dan tempat.

Tanbih

semua shahabat bersifat ‘adl.

Adh dhabt dibagi menjadi dua :

a. Dhabthu shadr, yaitu perawi hafal benar dengan apa yang dia dengar dan memungkinkan baginya untuk menghadirkannya kapan saja dikehendaki.

B. Dhabthul kitab, yaitu seorang perawi benar-benar menjaga kitab yang ia tulis sejak ia mendengar dan memperbaikinya (menshahihkannya) sampai ia menyampaikan hadits yang ia tulis tersebut serta tidak menyerahkannya kepada orang-orang yang tidak menjaganya dan dimungkinkan ia akan merubah atau mengganti hadits yang ada di dalamnya.

Keluar dari perkataan “ad- dhabth” pada definisi hadits shahih di atas : orang-orang yang syadidul takhlith (kazau hafalannay), mughaffal (mudah lalai), dhaif (lemah hafalannya), shahibul auham (orang-orang yang sering wahm atau keliru), atau orang-orang yang dikatakan shaduq atau semisalnya di dalam lafadz-laadz untuk rijal/rawi-rawi hadits hasan.

_____

ketiga : tidak terdapat syadz (syudzudz)

Definisi syadz

Syadz (syudzudz) yaitu periwayatan perawi maqbul (diterima) yang menyelisihi periwayatan perawi yang lebih baik darinya, baik dari segi jumlah atau ketsiqahannya.

Contoh syadz dalam matan dan isnad

Contoh periwayatan perawi yang dhabith yang menyelisihi perawi yang lebih dhabith darinya di dalam matan :

hdits yang dikeluarkan oleh abu dawud dalam as sunan no. 2337 dari jalan hamam bin yahya, ia berkata : telah menyampaikan hadits kepada kami qatadah, dari al hasan, dari samurah dari rasulullah shaollallahu alaihi wasallam, beliau bersabda : “setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh (dari kelahirannya) dan dipotog rambut kepalanya serta (يدمى)diteteskan darah (yakni darah sembelihan tadi ke atas kepala si bayi).”

Abu daud berkata: “hamam dalam periwayatan hadits ini telah diselisihi oelh perwi-perawi lain. Lafadz periwayatan tersebut adalah wahm (kekeliruan) dari hamam. Karena para perawi yang lain mengatakan [يُسمى]”dan diberi nama”. Sedangkan hamam mengatakan [يُدمى] “dan kepalanya dioles darah”.

Aku (abu l harits) katakana : hamam, meskipun ia sahabat qatadah, namun ia bukan dari thabaqat pertama dari sahabat qatadah. Ia seorang perawi yang sering wahm (keliru) dalam meriwayatkan hadits dari qotadah, meskipun ia tsiqah. (dalam periwayatan ini), dia telah menyelisihi perawi yang lebih banyak jumlahnya dan lebih kuat dhabth (hafalan)-nya dari orang-orang yang meriwayatkan hadits ini dengan benar dari qatadah. Mereka semua mengatakan “dan diberi nama”. Di antara perawi tersebut ialah sa’id bin abi ‘arubah, dia orang yang paling atsbat (terpercaya) dari shahabat qatadah dan aban bin yazid al athar. Sehingga dengan demikian periwayatan hamam dengan lafadz tersebut adalah periwayatan yang syadz, dan yang benar adalah periwatan jama’ah.

Contoh periwayatan perawi dhabith yang menyelisihi perawi yang lebih dhabith darinya dalam sanad.

Hadits yang dikeluarkan oleh imam ahmad (5/382,402), ibnu majah (1/52), muslim (1/228), abu awanah (1/198), abu dawud (23), tirmidzi (13), nasa’i (1/19,25) dan ibnu majah (305) dari berbagai jalan dari al a’masy dari abi wail dari hudzaifah bin al yaman radhiallahu anhuma.

Bahwa nabi shaollallahu alaihi wasallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah kemudian beliau kencing sambil berdiri. Aku datangkan kepada beliau air wudlu kemudian aku pergi mundur/menjauh dari beliau. Namun ternyata beliau berwudlu dan mengusap khufnya.

Aku katakana : “hadits ini telah diriwayatkan oleh jamaah dengan sanad seperti di atas, di antara merka adlah ibnu uyainah, waki’, syu’bah, abu awanah, isa bin yunus, abu mu’awiyah, yahya bin isa ar ramly dan jarir bin hazim.

Dan abu bakar bin iyasy telah menyelisihi mereka semua (dia adlah perawi yang tsiqah namun memiliki beberapa kesalahan). Dia meriwayatkan hadits di atas dari al a’masy, dari abi wail, dari mughirah bin syu’bah dengan lafadz tersebut.

Berkata al hafidz abu zur’ah ar razy: “telah salah dalam periwayatan hadits ini abu bakr bin iyasy. Periwayatan yang shahih hadits tersebut ialah dari al a’masy, dari abu wa’il dari hudzaifah radhialllahu anhu dengan lafadz tersebut di atas.

keempat : tidak ada ‘illah qadihah khafiyah (cacat tersembunyi yang mencoreng keshahihan sebuah hadits) di dalmnya.

Definisi ‘illah qadihah khafiyah


yaitu sebab yang mencoreng keshahihan suatu hadits yang dzahirnya shahih dan terlepas dari illah tersebut tidak nampak kecuali bagi orang-orang yang mumpuni dalam ilmu yang mulia ini.

Keluar dari perkataan qadihah pada definisi di atas “ilah” yang tidak mencoreng keshahihan suatu hadits (ghairul qadihah) yaitu jika didapatkan suatu “illah qadihah pada suatu hadits kemudian dihilangkan, maka hadits kembali selamat dari ‘illah, seperti tergantinya perawi yang tsiqah dengan tsiqah. Demikian juga’an’anah mudallis yang membahayakan an’anahnya kemudian dating dari jalan yang lain dan berhenti pada mudallis tersebut serta di dalamnya terdapat pernyataan yang jelas bahwa perawi mudallis tersebut benar-benar mendengar haits tersebut dari syaikhnya yang ia meriwayatkan hadits tadi darinya.

Keluar dari perkataan “khafiyah”: ‘illah yang dzahir (nampak dengan jelas). ‘illah yang dzahir adalah semua jenis inqutha’ kecuali mursal khofi, tidak adanya ‘adalah dan dhabith